CERPEN "Mushola Kecil Pahlawanku"

Mushola Kecil Pahlawanku
          
    Jam menunjukkan pukul 21.30,angin malam berhembus di sepanjang jalan sebuah perkampungan kecil,terasa menusuk tulang ,nyanyian jangkrik di balik rerumputan, membuatku semakin lelap dalam tidurku. Namun keheningan itu tak berlangsung lama,suara mengagetkan seperti gelas yang pecah disertai dialog panas ayah dan ibu membuat mataku terbelalak dan segera bangkit dari kasur kecilku yang sudah tak layak pakai ini.

Langkah demi langkahku terlihat sangat hati-hati sembari menyisingkan lengan bajuku, “ooh..rupanya ayah baru saja melempar botol obat ibu ke lantai dapur”, aku terus berjalan dan sembunyi dibalik almari kecil dekat dapur sambil kugunakan kedua telingaku untuk mendengarkan pertikaian mereka berdua.
“Teganya kau!! sering membiarkan perutku lapar seusai kerja seperti ini! Selama ini aku sudah sabar menghadapi kondisimu itu! Tapi bukan begini juga! Aku tak kuat lagi..!”, teriak ayah. Aku memang tahu jika ibu sedang sakit-sakitan, namun ayah yang sekian lama sabar bekerja dan menghidupi kelarga kami rupanya sudah tak tahan lagi. “huk..huk..huk”, ibu terdengar terus batuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya,sembari terbata-bata berkata “pergilah sana,cari wanita yang sempurna,tinggalkan saja aku!”,bantahan sederhana ibu.

    Tak terasa lengan bajuku tiba-tiba saja basah,rupanya air mataku telah mengalir melihat kejadian itu.Karena tak ingin ikut campur dan melihat bagaimana kelanjutannya,aku tinggalkan mereka pergi ke kamar,menghembuskan nafas ke bantal yang tak empuk sama sekali, dan menangis tanpa suara.Rasanya aku ingn menutup mataku yang terasa sudah tak bisa dibuka lagi dikarenakan  air mata yang terus bercucuran.Dan aku pun kembali terlelap di malam itu.

    Di tengah malam aku terbangun,“ahh..!masih jam setengah 4,rasanya aku ingin tidur lagi” ,dalam hitungan detik aku kembali tidur dan berfikir mungkin saja ibu sudah damai dengan ayah,karena pertengkaran itu sudah sering terjadi walaupun tadi aku merasa kaget.Karena memang tadi merupakan kejadian yang paling parah daripada biasanya.
“Andin!!! Pulang bareng yuk!” teriak Lala teman dekatku. Aku yang masih sibuk membereskan buku-buku pelajaran,segera lari menuju ke arahnya yang berdiri menatapku di bawah pohon besar depan kelas. “iya,tunggu la!” sahutku.

Di perjalanan kami berdua saling menatap dan berbincang-bincang seru,aku sesekali melirik ke sepatu sekolahku yang sudah sobek kanan kiri dan membandingkannya dengan sepatunya Lala yang selalu bersih dan rapi.Ayah Lala adalah seorang direktur di sebuah perusahaan,jadi memang wajar jika penampilan Lala tak sebanding denganku.Namun,dalam berteman dia tak memilih-milih,walaupun bersahabat dengan teman perempuan setengah laki-laki seperti aku ini.
Sekitar 7 menit kemudian,kami sudah sampai di pertigaan kampung,Lala belok kanan,dan aku sebaliknya.Setelah dia tak terlihat,aku melangkahkan kaki,melanjutkan perjalananku sekitar 100 m lagi ke arah utara.Rumah kecilku sudah sedikit tampak, berada di pojok desa,tai dari kejauhan terlihat banyak orang dengan wajah masam,sedih,dan ada pula yang berlinangan air mata berada disana.Itu sontak membuat detak jantungku kian cepat berdetak dan pikiranku yang melayang kemana-mana,”Oh tidak!”, aku lari dan terus berlari walaupun rasanya sudah tak kuat lagi.
Di depan pintu rumah,”pak,buk! Ada apa ini?”,aku yang tersengal-sengal langsung melontarkan pertanyaan pada mereka semua.”Ibumu sudah tak bernafas
lagi,Andin”,bisik seorang wanita paruh baya berjubah hitam yang duduk di sampingku.
   
    Tanpa basa basi,aku berlari ke dalam rumah dan menatap sesosok mayat
yang sedang dibacakan do’a.!”Ibu..!” mataku terbuka,dan bangkit dari tidurku,melirik jam dinding yang menuukan pukul 5 pagi.”Ahhh..ternyata peristiwa satu menit yang lal itu hanya di dalam tidurku saja”,batinku lega.
Teringat mimpi tadi, aku dengan cepat menuju ke kamar ibu, tampak di atas kasur beliau menutup mata ,masih tidur dengan wajah pucat pasi,dan memar di pipi kanannya,”Mungkin tadi malam ayah telah menampar ibu dan langsung meninggalkannya,karena di kamar ini hanya ada ibu”, batinku lagi. Aku tak memperdulikan bagaimana dan dimana ayah sekarang,tapi hanya ibu yang aku pikirkan saat ini.
Aku melangkah dengan hati-hati,duduk disampingnya,dan mengelus-elus rambut hitamnya sembari melamun ke atap rumah.

    ”Andin..”,rintih ibu pelan,aku dengan cekatan melepaskan sentuhan tanganku dari keplanya.”kantung matamu tebal nak,mengapa?”tanya ibu. Aku hanya terdiam dan berfikir jika aku mengaku telah menyaksikan kejadian semalam,mungkin saja ibu akan kaget. “Tidak apa-apa bu,lalu mengapa wajah ibu memar begitu?”,timbalku.”Tak apa nak,ibu hanya terbentur meja tadi malam”,ujar ibu kepadaku yang sebenarnya sudah tahu kejadiannya. Jelas sekali jika ibu membohongiku hanya agar aku tidak tahu semuanya.”Bu,Andin mau siap-siap ke sekolah dulu”,pamitku pada ibu.”iya,hati-hati nak”,lontaran suara pelan ibu.
Aku mandi,mengganti pakaian lusuhku dengan satu setel seragam biru putih,dan melangkah ke samping rumah,menuntun sepeda bututku ke depan. Hari ini aku memang sedang ingin naik sepeda ke sekolah,kukayuh pedalnya sekuat mungkin walaupun

sebenarnya aku tak semangat sama sekali.Sampai di sekolah,kuparkirkan sepedaku disamping puluhan sepeda ber merk terkenal,tapi kubiarkan saja menurutku itu tak penting. Bel masuk pun berdering,aku berlari menuju sebuah ruangan yang di atas
pintunya tertera kelas 8G,ya itu kelasku.Pelajaran dimulai sampai selesai pukul 13.30,rasa nyeri di selruh tubuhku disertai bayang-bayang kejadian tadi malam adalah yang membuatku tak semangat hari ini.

    Kulempar tas warna hitam yang lusuh ke atas kasur,ku buang sepatu beserta kaos kakiku ke balik pintu kamarku,”Ahhh!” ,desahku.Namun,tiba-tiba terdengar suara rintihan wanita dari kamar sebelah dan rupanya adalah ibuku.Kuhampiri,dan aku cukup kaget melihat semua barang-barang berserakan di lantai kamar,rambut hitam dan halus ibu telah acak-acakan dan semrawut,begitu pula dengan raut wajah yang tak seperti biasanya,mulut ibu melengkung ke bawah,tatapan matanya kosong,dan di telapak tangannya tercecer cukup banyak darah,dipiranku terlintas jika penyakit ibu kumat.
“Ibu,ada apa?”tanyaku heran sembari mendekatinya.”PERGIIIII!!!”,teriak ibu padaku dengan mendorong tubuhku ke lantai.Sebelumnya,Aku tak menyangka semua ini akan terjadi,akhirnya aku berjalan menuju teras rumah,duduk, dan tak percaya dengan sikap ibu tadi
Sekitar 5 menit kemudian…
“Hahaha..aaaa!”terdengar tawa kecil dari ibu dan disetai teriakan tak jelas,awalnya aku tak ingin menemuinya,akan tetapi aku khawatir dengan kondisi beliau.Aku hanya sedikit mengintip di dekat pintu kamar ibuku,dan aku baru sadar jika kejiwaan ibu sedang terganggu.


    Tanpa berfikir panjang,kuambil sepedaku,dan kukayuh menuju ke sebuah apotek di ujung jalan sana untuk membeli obat untuk ibu .Karena,botol obat ibu dipecahkan oleh ayah.Kutanyakan pada penjaga tempat yang higienis itu,ada obat untuk batuk
berdarah atau tidak,”Maaf dik,tidak ada”,balasan cuek yang dilontarkannya tanpa memandangiku membuat wajahku semakin memerah saja.

    Baru saja berniat putar balik dari tempat menyebalkan itu,tiba-tiba hujan turun dengan sangat lebatnya diiringi petir yang menggelegar,kuangkat kepalaku keatas memandang langit yang kusam seperti pikiranku saat itu.Akhirnya,dengan berat hati aku tak ingin kembali ke rumah dengan penuh masalah tadi,kutuntun sepeda bututku yang dipenuhi dengan banyak karat di setiap sisinya ke manapun dan tanpa arah dengan sedu tangisku yang tak henti-henti.
Di depan mataku terlihat sebuah toko tak berpenghuni,dan hati kecilkupun mendorongku untuk melangkah kesana.

    Karena aku merasa lelah,tanpa kusadari mataku tiba-tiba tertutup dan tubuhku telah terjatuh di emperan toko itu.
Seketika aku terbangun karena dikagetkan oleh perbincangan beberapa berandal kampung itu, aku hanya pura-pura tidur namun tetap memasang telingaku “Kita apakan anak itu?”,bisik seorang wanita bertato pada teman-temannya.”Bangunkan dia!!! Lalu cegukkan bir ini!”, terdengar olehku perintah keras dari seorang laki-laki yang sepertinya ketua gank tersebut.Sebelumnya aku berniat kabur dari gerombolan mereka,akan tetapi semuanya sudah terlambat.Aku merasa tubuhku digoyahkan oleh salah satu orang dari mereka,dan langsung saja perempuan tadi menegukkan segelas bir
ke mulutku.Rasa tak sadar menyelimuti otak dan mata yang tak jelas lagi untuk melihat sekitar.Aku pun tertidur kembali…

    “Hei!!! Cepat bangun,sialan!”suara itu samar-samar dan berulang-ulang terdengar di telingaku, saat itu kepalaku masih pusing,tapi tetap saja aku harus membuka mata sekuat mungkin.”iya?ada apa kak?”,jawabku dengan terbata-bata tanpa
memandang wajah wanita itu.
”Ada apa ada apa!KERJA SANA! Cari uang yang banyak buat kita semua,hahaha..”,perintah itu disertai dengan suara tawa anggota gank tersebut.

    Aku segera berangkat,lari terpontang-panting menyusuri jalanan setapak pagi hari itu,dan sama sekali tak ingin bekerja hanya untuk mereka dan karena mungkin mereka tak akan mencariku lagi,bagaimanapun kondisinya aku harus menemui ibuku yang entah merindukanku atau tidak.
Masih sama seperti kemarin,dari luar saja sudah terdengar bantingan beberapa barang-barang rumah,suara tangis,jeritan,lalu tawa kecil.
Memang,rumahku tidak begitu dekat dengan rumah lain,jadi tak ada yang tahu bagaimana kondisi keluargaku saat ini.Aku hanya bisa mondar-mandir di teras rumah dan tampak tanganku mengacak-acak rambut pendekku walaupu aku seorang perempuan.”Arrgggh!”,teriak kecilku untuk sedikit menenangkan hati yang terus berkontravensi dari malam kemarin.
Aku tak tahu mengapa hati,pikiranku akhir-akhir ini selalu bergejolak dan mengapa seumur hidup aku tak pernah tenang .
Namun,tiba-tiba aku teringat pada sebuah tempat yang dulu pernah membuatku serasa di dalam kedamaian,walau hanya pernah satu kali saja selama ini.Tempat itu berada sekitar 50 m dari tempatku berdiri mondar-mandir saat ini,aku pikir tak perlu menggunakan sepeda kesana.Tanpa menunggu apa-apa,aku berlari,sedikit tersenyum,dan seolah-olah ada magnet besar di tempat itu yang menarikku kesana.


    Iya,sekarang aku telah sampai persis di depannya,kupandang tiang-tiang besarnya,pintu tingginya,dan satu lagi,sebuah lafal “ALLAH” di pucuk atapnya.
Aku masih ingat,walaupun hanya 30% untuk mengambil wudhu,sedikit demi sedikit pikiranku agak tenang. Aku masuk ke dalam tempat yang sangat jarang ku masuki itu,kulihat jam dinding menunjukkan pukul 09.00 WIB,dan setidaknya aku bisa sholat
dhuha sebagaimana yang daiajarkan di sekolahku.
   
    Kuambil satu setel mukena berwarna putih bersih yang disiapkan di etalase mushola.
“Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarokatuh…assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarokatuh”, aku telah selesai melakukan hal itu.”Alhamdulillah”,batinku.Sepertinya aku tak sadar jika di belakangku ada seorang wanita,dan rupanya adalah ustadzah disini,dan istri seorang ustad yang memiliki mushola ini.Aku menengok ke belakang,dan tersenyum simpul kepada bu aisyah.”Andin,kenapa tiba-tiba sholat disini?”,tanya wanita itu sambil mengerutkan keningnya yang tampak sangat keheranan melihatku.Karena aku sudah tak tahan merasakan masalahku ini,akhirnya kuceritakan semuanya ke bu Aisyah dan dengan penuh prihatin,beliau mendengarkanku. “lebih baik sekarang kau kembali saja ke rumahmu itu dan ibu antar,biar ibu yang bicara dengan ibumu”,tutur beliau. Dalam hati aku sangat berterimakasih,masih ada orang yang perhatian seperti ini. Sekarang pikiran dan hatiku sudah kembali segar,jadi tinggal menyelesaikan masalah ibu.
Kami berdua telah sampai di depan rumahku,”silahkan masuk bu”, aku mempersilahkan bu aisyah untuk masuk lebih dulu. Suasana di rumah sudah tak seperti tadi lagi,rupanya ibu lelap dalam tidurnya,namun barang-barang yang tadi berserakan masih saja tetap berserakan.


    “Biarkan ibumu istirahat dulu dan jika sudah bangun ibu akan membawanya ke rumah sakit”,tutur bu Aisyah kepadaku. “Subhanallah bu,terimakasih banyak”,jawabku.Tapi,di tengah pembicaraan kami berdua ibuku terbangun dan tangannya yang merah karena sia darah tadi,tampak memegang kepalanya.Spontan,ibu aisyah menuntunnya ke depan rumah dan dibawa ke rumah sakit bersamaku naik mobil pribadinya. Jarak rumah sakit dengan rumahku cukup jauh,±500 m. Di perjalanan,jantungku terus berdetak kencang,tak bisa tenang,dan sesekali melirik wajah pucat ibu di sisiku.
Mereka bekeja cepat,setiap kali pasien datang,dibawanya ke saru ruang dengan menggunakan kasur berjalan (istilahku sejak kecil untuk menamainya setiap kali ke rumah sakit),begitu pula saat ibuku ke tempat itu saat ini.
Ruang melati,ya itu ruangan ibuku untuk beristirahat dan dirawat oleh tangan-tangan higienis di tempat ini.

    Aku memutuskan untuk tak sekolah dulu,waktu-waktu ini kugunakan untuk mencari uang sebanyak-banyaknya,dan bagaimanapun caranya,dengan satu konsekuensi halal.
Hari demi hari..kondisi ibu membaik,aku pun telah mendapatkan banyak uang dari kerjaku menjadi pembantu rumah tanga di sebuah rumah megah di depan rumah sakit. Setidaknya,uangku cukup untuk membayar biaya operasional ibuku disini.Hari ini anak sekolah libur karena memang hari minggu,kutengok jam elite di ruang tengah rumah sakit menunjukkan pukul 10.00 WIB,ku luangkan sedikit waktu untuk sholat dhuha. Aku sangat memohon pada Allah,tuhanku yang Maha Pemurah agar penyakit ibuku segera disembuhkan,dan aku dapat bersekolah kembali.
Keesokan harinya..


    “Dik,bangun dik!”,aku yang masih terlelap dalam tidur,samar-samar mendengar seperti suara dokter membangunkanku.”eh! iya dok?”,jawabku dengan sontaknya karena baru tersadar jika dokter sudah lama di belakangku.”Ibumu hari ini sudah diijinkan pulang”, ujar dokter sembari menepuk-nepuk bahuku,rasanya aku ingin sujud syukur kepada Allah,karena telang mengabulkan do’aku kemarin. Dokterpun meninggalkan ruangan,padahal aku belum sempat berterimakasih,”Ahh!tak apalah!”, ku bereskan semua barang-barang disitu,membangunkan ibu,membayar biaya rawat inap,dan”Pak!becak..!”,aku pun naik becak bersama wanita yang telah melahirkan,merawat dan mendidikku selama ini dengan senyum yang bekembang di wajah kami berdua setelah satu minggu hidup di rumah sakit.
“Andin,ibu memasak nasi goreng kesukaanmu nak!”, bisik ibu di telingaku saat aku tengah asyik menonton TV hitam putih itu.
”Lho,ibu istirahat saja dulu,kan belum begitu sembuh?kenapa malah masak seperti ini”,tanyaku.”Ah! ibu sudah sehat kok,terimakasih anakku,kamu memang anak sholehah”,ujar ibu dengan wajah berserinya yang tak pucat lagi.”Amin bu..”,kami pun memakan nasi itu bersama sesekali tertawa kecil untuk menandakan kegembiaraan kami.
“tok..tok..tok!! assalamu’alaikum bu ratih”, dari luar rumah terdengar suara lembut Bu aisyah,”Wa’alaikumsalam masuk”, balas kami berdua.
”Syukurlah,Bu Ratih sudah sembuh,ini ada sedikit bingkisan untuk keluarga,bu!”,Bu aisyah menyodorkan satu keranjang buah-buahan untuk aku dan ibuku.”Ya Allah,makasih bu”,ucap ibu.
“oh iya sama-sama bu,tapi saya tak bisa lama-lama disini,karena ada urusan lain.Kalau begitu saya pamit dulu ya bu,juga andin”,kami pun mengantar tamu kami sampai di luar.

    Kembali kurasakan kedamaian hidup di rumah kecil ini,angin sepoi-sepoi marasuk tubuh disertai nyanyian jangkrik yang masih sama seperti sediakala. Aku tengah sibuk membalik lembar dem lemar sebuah buku fisika di depanku,karena aku bisa sekolah kembali. Aku yang dulunya sangat tomboy,rambut pendek acak-acakan,besok akan tertutup sebuah kain yang biasa disebut hijab,”Aih! Senangnya dan ini semua demi masa depan cerahku”, batinku. Aku melangkah ke kamar mandi kecil pojok rumah,mengambil air wudhu,dan segera menunaikan sholat isya bersama ibu.
Sekitar 10 menit kami sholat dan berdo’a,aku melanjutkan belajarku tadi dan ibu tampak sibuk menjahit seragam biru putih ku yang telah sobek di depan TV.”Syukurlah,hidupku telah tertata kembali dan itu lebih meyakinkanku dengan masa depan cerah yang suatu hari nanti akan menghampiriku.

Tapi,seketika aku teringat seorang laki-laki yang seminggu lalu memecahkan botol obat milik ibu “Ayah..”,mulutku terbuka sedikit dan mengucapkan satu kata itu ,air mataku menetes dengan sendirinya dan semakin banyak.”Ayahmu sudah tiada sayang,ibu mendapat kabar tadi sore dari tetangga kita”,tiba-tiba ibuku menimpali desahku tadi.Aku tak percaya ini akan terjadi,padahal besok aku berencana mencari lelaki itu sepulang sekolah,namun semua telah terlambat.
TAMAT


BIODATA PENULIS
Nama Lengkap : Asa Nor Faricha
Sekolah : SMP N 1 SLUKE
Kelas : 8
Alamat Rumah : Ds. Sluke Kec. Sluke
HP : 089614945347
Email Aktif : Asanurfaricha@gmail.com dan Asanfe@gmail.com (mengirim lewat email yang pertama)










Comments

dusone said…
Tetap menulis, terus belajar, semangat
Salam buat bapak dan ibuk


(insomniakronika.blogspot.com)
dusone said…
Tetap menulis, terus belajar, semangat
Salam buat bapak dan ibuk


(insomniakronika.blogspot.com)
Asa Nor Faricha said…
Hehe siap om! Iya ntar tak sampaike

Popular posts from this blog

SWEAT AND SCENARIO

Perjalanan Seorang Sholahayub - Antara Berkarya, Ibadah, dan Syukur

Teman dalam Benak