Cerpen : Hujan Bulan Juni
Sluke ,15 Juni 2016 [12:13 WIB]
Di
pojok kamar dekat jendela itu , Gadis belia duduk menatap gelapnya
langit dengan mata yang tersenyum sendu. Percikan air hujan sedikit demi
sedikit berloncatan ke wajahnya,Namun dia tak berkutik,sedikitpun.
Rambutnya yang dikuncir kuda terkena terpaan angin dingin siang ini,tapi
entah apa yang membuatnya tetap duduk,dan tak kunjung menutup jendela
kamarnya,untuk segera meminum secangkir teh hangat lalu tidur.Apakah dia tak
merasa bising akan petir yang terdengar sangat memekakkan telinga? Lalu
dengan udara yang begitu menusuk tubuh?
Kulihat ada novel di pangkuannya. Novel dengan cover seorang lelaki
yang mengenakan jas,hidungnya panjang,dan seekor serigala berbulu domba di
depannya.Sedikit dugaanku, gadis itu tengah pusing setelah mencerna kisah
politik dari benda ajaib di pangkuannya.Aku hanya pergi dan tertawa.
Sluke,23 Juni 2016 [10:17 WIB]
Aku,gadis yang ditertawakannya beberapa
hari lalu. Anehnya,aku tak bisa membalas tawanya,tak ada sedikitpun niat
membuang tawaku padanya. Juni hujan lagi,dan langitnya cerah,juga tak ada
petir,walaupun itu berbanding terbalik dengan hatiku ---aku tersenyum kecut.
Jendela kamarku , bagai jendela hati,tinggal memilih saja,aku akan
membukanya atau terus menutupnya.Iya! Aku membukanya ,dan berharap suasana
hatiku berubah seperti warna langit pagi ini .Sayang,itu nihil. Aku merasa
seperti ditusuk-tusuk .Tak banyak air mata yang kukeluarkan,aku sengaja,sengaja
tak ingin menyaingi rintik hujan di luar jendela kamarku.
Di tanganku masih ada novel. Bukan! Bukan novel politik itu lagi,aku
cukup kenyang memakan cerita dari dalamnya. Sudah kubilang,aku merasa seperti
terus tertusuk,sampai-sampai tiga kali aku bolak-balik dari kasur menuju rak
buku kecilku dan kembali ke kasur hanya untuk menukar buku bacaan. Ah! Hati ini
sungguh tak bisa diajak kompromi.Kututup bukuku.
Aku berdiri di belakang jendela,menjulurkan kedua tangaku keluar,perlahan
rintik hujan terasa seperti peluru tak berkekuatan menjatuhi telapak tangan. Sedikit
lega dan segar terasa di tubuh, tapi tetap saja. Mengapa hati ini begitu keras
dan sakit? Aku butuh sesuatu,sesuatu yang selama ini bisa mengubah-ubah suasana
hati. Zz! Lupakan saja!
Dia hanya datang dan pergi.Memang dia,dia sesuatu yang baru saja
kusebut,dan bukan dia yang menertawakanku,aku tak akan mencari dia--aku
tersenyum kecut untuk kedua kalinya. Sudahlah, Aku akan tidur saja,bersama
seribu bayang tentangnya,seribu kesabaran (mungkin) untuk menunggunya merubah
suasana hati ini lagi. Ku stel alarm ,dan berharap pukul 12:00 siang aku
bisa bangun.
Sederhana, satu lagi yang kuharap,Juni akan hujan lagi,dan menorehkan sebuah
rasa yang amat dalam,lalu terang ,dan datanglah dia, matahariku.
By : Asa Nur Faricha.
Comments