Teman dalam Benak


Tentang teman,

Aku tak terlalu suka membangun sekat definisi ‘teman’ yang sejatinya tak memiliki definisi apapun bagiku.
Tentang teman 

Manusia mengalami dua hal dalam hidupnya, pertumbuhan dan perkembangan. Biarkan aku lebih lanjut membahas tentang perkembangan. Perkembangan yang lebih ingin aku tunjukkan adalah mengenai pola pikir dan pola sikap, khususnya dalam berteman.

Ketika mendengar kata ‘teman’, apa sebenarnya yang ada dalam pikiran kita?

Baik, mari kita mulai.

Teman pertama kita tentu keluarga. Setelah kita masuk pada tahap sosialisasi lebih lanjut, kita mulai mengenal anak-anak seusia dengan kita di sekitar rumah dan di sekolah. Lebih naik lagi, mulai pertemanan yang saling berkelompok, hingga sekarang ketika di usia menuju dewasa. 

Pengartian teman dari tahap-tahap tersebut tentu hampir selalu mengalami perubahan. Ketika kecil mungkin teman adalah mereka yang selalu bersama dengan kita dimanapun kita berada (istilahnya). Teman adalah mereka yang gaya (bicara, berpikir, bahkan berpakaian) nya sama dengan kita. Intinya, kemana-mana bareng, foto bareng, dan terkadang sampai tercipta pertengkaran kecil bila ada yang sedang ingin sendiri (sudah seperti pacar saja, padahal teman bukanlah pacar yang harus kita tuntut untuk selalu ada di sisi kita). 

Lebih dewasa lagi, kita mendefinisikan ‘teman’ sebagai seseorang yang memiliki kebiasaan, tujuan,  pola pikir, serta value hidup yang sama. Saling merasa nyaman ketika bersama, berbagi opini serta perspektif, bahkan hingga selera candaan yang hampir selevel.

Namun, ketika kita terus bertahan dalam ‘zona nyaman’ pertemanan, menurutku kita tidak akan terlalu berkembang lebih lanjut. Lama-lama, kita akan menemui titik jenuh garis lurus cerita pertemanan. Disini, bukan berarti aku berpandangan buruk terhadap embel-embel ‘kesetiaan’ pertemanan. Namun, improvisasi kita dalam mengolah lingkungan pertemanan juga sangat diperlukan. 

Semakin kesini, semakin sadar bahwa manusia pengisi bumi ini begitu heterogen, heterogen mulai dari yang terlihat seperti fisik hingga yang tak terlihat seperti pola pikir. Jika diibaratkan, kumpulan manusia yang ditakdirkan Tuhan untuk hadir disini adalah bagaikan tumpahan berbagai color palette cat, bercampur jadi satu. 

Jadi, intinya pendapat seperti apa yang ingin kusampaikaan?

Mari kita mampir sejenak ke dalam diri kita. Kita sejatinya adalah paara pembelajar. Belajar tak melulu kata kerja yang selalu disangkut pautkan dengan buku, sekolah, institusi, hingga sistem pendidikan. Belajar bagiku luas dan teman adalah salah satu dari sekian melimpahnya sumber pembelajaran hidup.

Pluralitas yang begitu besar antar manusia pun merupakan sarana belajar alami dan luar biasa yang diberi Tuhan bagi kita. Sekarang, tergantung kita menyadarinya atau tidak. Tergantung bagaimana kita menyikapi ini semua. 

Bagiku, tak ada hal yang bisa mendefinisikan teman. Tak ada pembatas khusus yang bisa membedakan ini teman itu bukan. Entah mengapa, bagiku semua orang sejatinya adalah teman kita, yang membedakan hanyalah tentang kita belum atau telah mengenalnya.

Kita boleh berteman dengan siapa saja, bahkan kita harus selalu memperluas hubungan pertemanan, relasi, dan silaturrahim. Hal itu supaya ketika kita semakin bertemu orang-orang baru dengan berbagai kondisi dan performa mereka,  semakin sadar pula masih banyak hal yang perlu kita pelajari dan perbaiki. Semakin sadar bahwa kita masih bodoh. Semakin sadar untuk merasa sangat berterimakasih atas segala hal yang telah Sang Pencipta berikan pada diri kita.

Bertemu banyak orang baru yang selanjutnya kita namai ‘teman’ bagiku seperti kita yang mencoba saling menorehkan sedikit warna agar tercipta warna baru, warna lingkup dan kualitas pertemanan dalam hidup kita. Bertemu, berkenalan, untuk saling mengetahui, saling berbagi pandangan dan insight, disitulah tercipta esensi saling belajar dan mengajar dari pertemanan. Mereka punya hal yang yak kita miliki, kitaa pun punya hal yang tak mereka miliki. Ketika kolaborasi tercipta dari kita yang saling membaur untuk mengenal satu, dua, tiga, hingga banyak sekali orang baru, ini pula keindahan pertemanan yang sesungguhnya tak terdefinisi. Karena, nantinya akan tercipta ‘romantisme’ tersendiri yang berdampak pada nilai-nilai, seperti saling membantu ketika ada yang susah, saling menghargai, menjaga perasaan, dan masih banyak lagi.

Teman bukanlah penjaga badan kita yang harus kita tuntut untuk ada di sebelah kita. Teman bukanlah baju yang harus melekat pada tubuh kita. Teman bukan pula earphone yang selalu menemani kemaanapun kita pergi. Teman tak harus bersama, jalinan ikatan batinlah yang terpenting, karena kita manusia. Kita memiliki kompleksitas masalah hidup yang tentu berbeda pada setiap pribadinya. Jika memang bisa selalu bersama, itu baik. Namun, ada kalanya kita perlu saling memberi dan mencipta ruang dalam hubungan pertemanan. Memang, teman baik adalah dia yang ada ketika kita butuh. Namun, ketika sedang tak memungkinkan? kita tak bisa seenaknya berprasangka buruk terhadapnya.

Aku selalu berkata ini pada diriku ketika pikiranku mulai mengajak berpikir buruk tentang teman di sekitarku, “Tak ada teman yang buruk. Di setiap pribadi lain akan selalu ada hal luar biasa yang tak kumiliki dan bisa kuteladani. Bahkan, ketika sekalipun nanti aku anggap ada sesuatu yang buruk padanya, seburuk apapun itu, akan ada pelajaran besar di baliknya. Bertemanlah dengan bijak, saling menghargai, mengingatkaan, mendukung, juga saling belajar dan mengajari”.

Hingga saat ini jika ditanya apa arti teman bagiku, aku tak punya kalimat khusus. Karena, bagiku semua orang pada dasarnya adalah teman yang baik. Permasalahan hidup, pola didik yang menumbuhkan pola pikir, itulah sebab yang sebenarnya terjadi sesuatu dari mereka yang pada akhirnya kita anggap buruk. Banyak orang bilang, bahwa semakin dewasa teman kita semakin berkurang. Dibilang setuju tidak, dibilang kontra pun tidak. Ketika kita merasa banyak teman yang tiba-tiba menghilang pergi meninggalkan kita, mereka tak sepenuhnya begitu. Karena, memang benar adanya ketika semakin dewasa sesorang, semakin tinggi level permasalahan yang dihadapi. Orang-orang menjadi semakin sibuk pula akan urusan hidup pribadinya alih-alih menjaga kuantittas pertemanan. Mereka akan lebih intens mengobrol dengan beberapa teman saja yang memiliki urusan sama ataupun yang saling berkaitan. 

Jadi. Tak ada istilah ‘teman menghilang’, ‘bekas teman’, bahkan ‘ini teman itu musuh’. Mari sama-sama belajar berprinsip untuk menjalin hubungan pertemanan dengan siapapun. Sebanyak-banyaknya, seluas-luasnya. Namun, aku pun selalu ingat nasihat ibu, “cari temen yang banyak, tapi harus tetap punya beberapa yang benar-benar dekat”.

Teman-teman, bagaimanapun cara kita memaknai kata ‘teman’, itu bebas. Yang terpenting adalah bagaimana usaha kita untuk saling mencipta kebermanfaatan hubungan sesama  manusia

Maafkan bila ada salah kata,

Salam

Comments

Popular posts from this blog

SWEAT AND SCENARIO

Perjalanan Seorang Sholahayub - Antara Berkarya, Ibadah, dan Syukur